Raja Maroko Pimpin  Reformasi UU Keluarga


JAKARTADIPLOMATS.COM -  Berdasarkan pencapaian undang-undang keluarga tahun 2004, Raja Maroko Mohammed VI pada  Senin memimpin sesi kerja baru untuk menindaklanjuti reformasi dan mendesak penerapan undang-undang keluarga baru yang harus diresapi oleh keadilan, kesetaraan, solidaritas, dan harmoni dengan persepsi Islam dan nilai-nilai universal. 

Sebuah pernyataan dari Kantor Kerajaan mengatakan bahwa sesi yang dihadiri oleh anggota komite yang menyerahkan kepada Raja draf pertama undang-undang tersebut, termasuk amandemen dengan karakter keagamaan yang memerlukan arbitrase dari Raja dan pendapat dewan agama tertinggi. 

Undang-undang baru ini, termasuk 100 amandemen, telah diserahkan dalam tenggat waktu kepada Raja, yang meminta pendapat dewan agama tertinggi mengenai isu-isu dengan aspek keagamaan. 

Oleh karena itu, Raja mendesak dewan untuk mengkaji beberapa masalah yurisprudensi Islam sejalan dengan ijtihad konstruktif agar sejalan dengan perkembangan keluarga Maroko, dan untuk memberikan jawaban inovatif yang memenuhi persyaratan kontemporer. 

Pada bulan September 2023, Raja, yang bergelar Panglima Umat Beriman, menegaskan bahwa hukum baru tidak boleh melarang apa yang halal dan tidak boleh melarang apa yang diizinkan. 

Setelah siap, rancangan hukum keluarga baru akan diserahkan untuk disetujui Parlemen. 

Dalam konteks ini, Raja mendesak agar proses legislatif, termasuk debat parlemen, harus diresapi oleh prinsip-prinsip “keadilan, kesetaraan, solidaritas, dan harmoni,” sejalan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai universal sesuai dengan perjanjian internasional yang diratifikasi oleh Maroko, kata pernyataan kantor kerajaan. 

Dua puluh tahun setelah reformasi undang-undang keluarga terakhir (2004), Raja mengatakan tinjauan baru ini harus disesuaikan untuk memastikan perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi bagi keluarga,.unit dasar masyarakat. 

"Hal ini memerlukan jaminan bahwa semua poin yang disebutkan di atas tercermin dalam aturan hukum yang jelas dan mudah dipahami untuk mengatasi interpretasi hukum yang saling bertentangan dan perselisihan atas interpretasinya," kata raja. 

Terkait hal ini, Raja menginstruksikan anggota kabinet yang bertanggung jawab atas reformasi untuk berkomunikasi dengan warga negara dan menjelaskan kepada mereka tentang reformasi baru tersebut selain meningkatkan kesadaran publik terhadap hak-hak mereka berdasarkan undang-undang baru tersebut. 

Undang-undang baru tersebut dielaborasi mengikuti pendekatan partisipatif selama sesi dengar pendapat dan proposal diajukan oleh para pemangku kepentingan masyarakat termasuk partai politik, dan asosiasi masyarakat sipil. 

Selain Kepala Pemerintahan, sesi kerja tersebut dihadiri oleh Menteri Kehakiman, yang membuat presentasi di hadapan Raja dalam kapasitasnya sebagai anggota komite yang bertanggung jawab atas revisi undang-undang tersebut dan sebagai menteri yang bertanggung jawab untuk melibatkan anggota parlemen selama fase legislatif. 

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Menteri Urusan Islam, sebagai anggota Majelis Ulama Tertinggi, yang menyampaikan kesimpulan dewan mengenai proposal tertentu yang berkarakter keagamaan, selain Menteri Solidaritas, Integrasi Sosial, dan Keluarga, Naima Ben Yahia.***

Posting Komentar

0 Komentar